Kolom
Buah Hati
|
Akibat Terlalu
Berlebihan
Oleh: Kak Novianti
Selalu saja kebiasaan buruk Didit muncul tiap kali kemanapun dia pergi.
Ya, Didit punya kebiasaan mengambil makanan berlebihan. Sebenarnya bukan karena
makanan yang disajikan terlalu enak. Itu hanya kebiasaan. Didit inginnya selalu
mengambil banyak. Kalau makan nasi, maka piringnya akan penuh dengan lauk.
Kalau ada kue dan buah, maka tangannya akan berusaha meggenggam sebanyak
mungkin sampai tidak muat.
Malam itu misalnya, Didit diajak Ummi ke
acara ulang tahun anak temannya. Didit malam itu datang bersama Ira adiknya
yang masih kelas empat SD. Didit sendiri sekarang sudah kelas satu SMP. Setelah
melewati acara ulang tahun berupa game dan permainan, maka sampailah pada acara
makan bersama. Tuan rumah menyajikan panganan yang lumayan banyak. Segala aneka
makan dan minum ada di sana. Didit tentu
saja menjadi liar matanya melihat itu semua. Dalam hatinya Didit tidak sabar
melihat semua makan dan minum itu. Didit menelan air liurnya memandang makan
dan minum yang super lezat itu.
Acara makan pun dimulai. Dengan penuh
semangat Didit mulai memandang semua makanan. Didit bingung harus mulai dari
makanan yang harus ia ambil. Didit melihat pula kea rah minuman, juga tersedia
bermacam juice penuh selera. Lama sekali Didit tertegun.
“Eh…kakak kok diam saja? Cepat diambil
makanannya!” Tiba-tiba Ira mengejutkan Didit yang sedang kebingungan.
“Mhh..ya…ya. Sebentar Ira, kakak lagi
bingung!”
“Iih…bingung kenapa sih?”
“Makanannya enak semua, he..he…” Didit
tertawa.
“Ih, kakak. Udah cepatlah!”
“Iya…iya!” Didit mulai melihat makanan itu. Sekali lagi Didit
kebinungan. Tapi Didit tidak mau lama-lama lagi. Didit pun mulai mengambil nasi
dan memasukkannya ke piring. Nasi yang diambilnya lumayan banyak. Didit takut
betul kalau nanti nasi itu akan habis kalau tidak diambil segera. Kemudian
Didit mengambil ayam goreng dua potong. Daging bumbu merica juga tidak
ketinggalan. Udang goreng, ikan kakap manis, sosis, dan gulai kari tidak pula
ketinggalan. Semua yang diambil pun lebih dari satu porsi pula. Piring Didit
kini sudah penuh bak gunung Sibayak.
Didit sampai kepayahan membawa piring itu. Lauknya sampai ada yang meluber ke
luar piringnya.
Mata Didit kini menatap ke arah aneka
juice dan makanan penutup. Hhm, tidak sabar pula Didit ingin menyantap minuman
itu. Didit pun mulai bergerak ke
arah minuman itu. Tapi Didit
tidak bisa, pasalnya tangannya kepayahan memegang piring dan gelas. Didit pun
berpikir sejenak dan ia melihat meja di sudut ruangan.
Didit menuju meja itu dan meletakkan
piringnya yang telah penuh itu di atas meja. Didit kemudian balik lagi ke arah
tempat panganan. Ia ambil juice sirsak kesukaanya. Tidak ketinggalan pula aneka
panganan penutup dan buah jeruk besar dua buah. Didit benar-benar tidak sabar
ingin menyantapnya. Sambil berjalan menuju meja, Didit menyeruput juice
sirsaknya sampai separuh. Didit berhenti sejenak melihat juice-nya yang sudah
habis separuh. Didit pun berbalik arah menuju tempat minum dan kembali memenuhi
gelas besarnya itu dengan sirsak lagi.
Sekarang Didit sudah berhadapan dengan
makanan dan minuman super banyak di hadapannya. Tidak perlu menunggu lama Didit
pun menyantapnya. Satu demi satu mulai dilahapnya. Setelah habis dimakan,
berkali-kali Didit kembali ke sumber makanan. Menyantapnya, mengambil, makan,
begitu terus berulang-ulang. Untunglah Ummi yang tadi asik berbincang dengan
tuan rumah diberitahu Ira atas tingkah Didit sang Kakak. Didit pun ditegur oleh
Ummi atas tingkahnya itu. Tapi Bu Endang sebagai tuan rumah malah meminta Ummi
membiarkan saja perilaku Didit.
“Bu, sudah biarkan saja. Namanya juga
anak-anak, lagi pula makananya kan memang banyak kan? Sudah Didit sana ambil
lagi yang Didit suka”.
“Terima kasih Tante!” didit seperti
mendapat pembelaan. Didit pun ingin kembali ke arah makanan itu, padahal
perutnya kini benar-benar sudah kepayahan.
Untunglah Ummi cepat bertindak dengan
meminta pamit kepada Bu Endang.
“Bu Endang, kami pamit dulu ya. Sudah
malam!”
“Lho kok cepat sekali, baru Didit mau ambil
makanan lagi? Kok malah sudah mau pulang?”
“Iya…kasihan Abi-nya di rumah sendirian.
Tadi mau ke sini belum pulang soalnya!” Ummi memberi alasan yang membuat Ummi
manggut-manggut.
Didit, Ira, dan Ummi pun pulang. Ummi
tidak henti-henti menasihati Didit selama perjalanan pulang. Ummi menasihati
kalau tidak sopan kalau mengambil makanan terlalu banyak, apalagi di rumah
orang. Nasihat itu tidak henti-henti ke luar dari mulut Ummi. Sayangnya segala
nasihat Ummi tidak masuk ke hati Didit. Pasalnya selama Ummi memberi nasihat,
Didit sudah tertidur pulas di jok belakang mobil mereka.
Didit ini sudah berada di kamarnya. Didit
kini benar-benar kepayahan karena perutnya super kenyang. Hingga pada tengah
malam Didit pun terbangun dari tidurnya.
Perutnya sakit, sakiit sekali. Ia pergi ke kamar mandi untuk BAB, tapi
BAB-nya ternyata tidak bias. Didit meringis kesakitan. Karena saking tidak
tahannya, Didit pun membangunkan orang tuanya.
Malam itu juga Didit dibawa ke rumah sakit
karena perutnya sudah sangat tegang karena kekenyangan. Didit juga
muntah-muntah, banyak sekali. Dokter menyarankan supaya Didit diopname satu
malam saja di rumah sakit. Besok kalau sudah sembuh Didit sudah boleh pulang
kembali.
Ummi memandang Didit yang terbaring di
tempat tidur. Ummi tersenyum.
“Gimana Didit, masih mau tambah makanannya
lagi sayang?”
“Ih..Ummi. Pokoknya Didit ampun Mi, Didit
gak mau makan banyak lagi!”
Ummi hanya terseyum
melihat tingkah Didit anak kesayangannya itu.
Ingat ya adik-adik !
|
Adik-adik, kalau
makan dan minum sekadarnya saja ya. Rasulullah menganjurkan makanlah kalau
kita lapar dan berhentilah makan sebelum kenyang. Allah SWT juga
menghendaki ciptaan-Nya untuk tidak
berlebihan dalam segala urusan. Berarti makan pun kita tidak boleh
berlebihan. Gimana, benar kan?
|
Wassalam, sekian dulu ya!
==================================================================================
Tentang Penulis
Kak
Novianti adalah seorang penulis cerita pendek dan cerita
anak. Beberapa bukunya yang sudah terbit antara lain antologi Purnama di Atas Kapuas (Depdiknas, Jakarta, 2003), Denting (DKM, Medan 2006, Proyek (Depdiknas, Jakarta, 2008), Penyesalan Otan (Depdiknas, Jakarta,
2009). Selain itu juga menulis pada beberapa jurnal seperti Jurnal Logat USU, Jurnal Medan Makna Balai Bahasa Sumut, dan Jurnal Tifa Universitas Muslim Nusantara, serta beberapa surat kabar di
Indonesia. Saat ini sedang kuliah pascasarjana di UMN Al Washliyah Sumut. Aktif
sebagai guru Bahasa Indonesia di SMA 2 Binjai. Selain itu mengajar pula di
STKIP Budidaya Binjai, Sumatera Utara, Indonesia sekaligus mengasuh Komunitas
Membaca, Menulis, dan Sastra Rumput Hijau.
Email yang bisa dihubungi: novianursha@gmail.comTulisan ini sudah pernah dimuat pada Koran Nuansa Indonesia di Jepang Edisi Agustus 2013